JAKARTA - Politisi Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Malik Haramain menilai penyegeraan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan berpotensi melahirkan monopoli. Pasalnya, RUU ini akan mengabaikan perlindungan kepemilikan tanah rakyat.
"Sikap ini memunculkan kekhawatiran akan semakin melemahnya posisi pemilik tanah (warga). Isi RUU ini belum sepenuhnya mampu mengakomodasi kepentingan rakyat," ujar Malik di Jakarta, Selasa (19/7/2011).
Menurut Malik yang juga anggota Panitia Khusus RUU Pengadaan Tanah ini, sebaliknya mereka yang diuntungkan dalam hal ini adalah para konglomerat atau pengusaha. Tak ayal, RUU ini akan membuka ruang monopoli bagi pengusaha.
Dikatakannya, jika tidak diperhatikan dan diloloskan begitu saja, RUU ini bertentangan dengan semangat UU PA Nomor 5 Tahun 1960, terutama pasal 12 dan 13 yang melarang monopoli kepemilikan tanah oleh swasta.
Saat ini, kepemilikan tanah semakin tak seimbang, di mana orang kaya cenderung menguasai tanah orang miskin.
"Kecemasan ini beralasan karena RUU ini lebih memberikan kemudahan bagi pembebasan tanah dan kurang memberikan perlindungan bagi pemilik tanah. Lebih jauh, semangat pemerataan tanah dengan kebijakan redistribusi tanah bagi masyarakat miskin hingga kini belum optimal," imbuhnya.
Malik mendasarkan alasannya, dengan merujuk pada BPN di mana ada sekitar tujuh juta hektar tanah terlantar yang akan didistribusikan. Mestinya, kata Malik, usulan RUU ini diimbangi dengan langkah percepatan redistribusi tanah untuk masyarakay miskin.
"Bagi PKB, materi RUU PTUP tidak boleh bertabrakan dgn prinsip-prinsip UU PA no 5 / 1960 yang melarang diskriminasi kepemilikan tanah dan peruntukan tanah sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat," terang anggota Komisi II ini. (tribunnews.com)