JAKARTA - Pancasila perlu dikembangkan menjadi spiritualitas baru bangsa Indonesia dalam rangka menghadapi tantangan dunia yang berubah cepat, baik tantangan domestik maupun internasional. Pancasila sebagai spiritualitas baru diharapkan menjadi energi gerak kolektif bangsa Indonesia untuk perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Demikian dikatakan Sekretaris FPKB DPR RI M. Hanif Dhakiri menanggapi wacana revitalisasi dan reaktualisasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menurut Hanif, Pancasila berpotensi menjadi spiritualitas baru atau energi gerak karena ia merupakan kristalisasi dari nilai-nilai dan tradisi luhur bangsa yang digali oleh the founding fathers Indonesia.
"Pancasila saya kira bisa dikembangkan menjadi spiritualitas baru, energi gerak kolektif bangsa untuk perubahan yang lebih baik. Ia kan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai dan tradisi luhur bangsa Indonesia", katanya.
Hanif menilai dewasa ini telah terjadi gejala pendangkalan nasionalisme di banyak tempat dan lapisan masyarakat. Mulai dari kalangan elit hingga ke kalangan masyarakat bawah. Dia mencontohkan problem korupsi dan birokratisasi yang makin akut, serta memudarnya solidaritas dan toleransi sosial dalam masyarakat. Dalam konteks global, Hanif mencontohkan kurang berdayanya bangsa Indonesia menghadapi dominasi dan hegemoni kekuasaan asing, terutama dalam soal penguasaan sumber daya alam nasional.
Dalam pandangan Hanif, menjadikan Pancasila sebagai spiritualitas baru atau energi gerak kolektif bangsa itu sangat penting dalam penataan seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Termasuk juga dalam hal relasi Indonesia dengan negara-negara lain maupun komunitas internasional. Dengan meminjam konsep Trisakti-nya Bung Karno, Hanif menyatakan keharusan bangsa Indonesia kembali ke arah perwujudan negara-bangsa yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian
Indonesia.
"Kita perlukan Pancasila sebagai spiritualitas baru agar kita punya energi gerak kolektif untuk mengembalikan bangsa ini ke arah trisakti-nya Bung Karno, yaitu negara-bangsa yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian Indonesia", jelas Hanif yang juga Ketua DPP PKB.
Untuk itu, imbuh Hanif, sosialisasi Pancasila saja tidak cukup memadai untuk mendorong orang menghayati dan mengamalkan Pancasila. Selain diperlukan keteladanan para pemimpin di seluruh lapisan masyarakat, Pancasila juga perlu didialogkan secara terbuka dan kritis agar semakin meresap dalam pikiran dan perilaku seluruh warga bangsa.
"Pancasila itu kan ideologi terbuka. Ia harus didialogkan secara terbuka, kritis dan terus-menerus agar terjadi internalisasi dalam pikiran dan perilaku setiap warga negara. Tentu saja keteladanan para pemimpin tetap yang paling utama", katanya menambahkan.
Hanif memandang kesalahan rezim Orde Baru dulu adalah menjadikan Pancasila sebagai ideologi tertutup yang ditafsirkan sepihak oleh penguasa. Butir-butir pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4), menurut Hanif, secara substansi adalah bagus karena ia mendefinisikan Pancasila secara operasional. Masalahnya adalah karena butir-butir P4 itu tidak didialogkan secara terbuka dan kritis, melainkan diindoktrinasikan. Oleh karena itu, Hanif mengusulkan agar butir-butir P4 zaman Orde Baru itu didialogkan lagi secara terbuka dan kritis. Dengan demikian akan lebih meresap dalam pemahaman dan perilaku sosial masyarakat.
"Butir-butir P4 itu substansinya bagus karena mendefinisikan Pancasila secara operasional. Tapi dulu didoktrinkan, jadinya nggak efektif sebagai acuan pemikiran dan perilaku. Orang menerima karena takut disebut anti-Pancasila. Dalam konteks sekarang saya kira butir-butir P4 itu bisa didialogkan lagi secara kritis dan terbuka. Saya yakin dengan cara itu akan lebih efektif bagi pemahaman dan pada gilirannya perilaku sosial masyarakat", pungkasnya.***