JAKARTA: Sekretaris FPKB DPR M. Hanif Dhakiri meminta partai-partai besar untuk tidak memaksakan parliamentary treshold (PT) melebihi 3 persen. Hal ini dikatakannya menanggapi wacana partai besar seperti Partai Golkar dan PDIP yang menghendaki PT dinaikkan menjadi 5 persen.
"Ini bukan soal apa-apa, tapi semata-mata agar asas proporsionalitas dan keterwakilan dalam sistem pemilu kita tetap terjaga dengan baik," katanya.
Menurut Hanif, benar bahwa semakin tinggi angka PT maka akan semakin sedikit jumlah partai di DPR. Namun demikian Hanif mengingatkan bahwa pembangunan sistem pemilu tidak saja berurusan dengan penyederhanaan partai, tetapi juga memastikan agar kadar proporsionalitas sistem pemilu itu baik dan derajat keterwakilannya tinggi.
JAKARTA: Sekretaris FPKB DPR M. Hanif Dhakiri meminta partai-partai besar untuk tidak memaksakan parliamentary treshold (PT) melebihi 3 persen. Hal ini dikatakannya menanggapi wacana partai besar seperti Partai Golkar dan PDIP yang menghendaki PT dinaikkan menjadi 5 persen.
"Ini bukan soal apa-apa, tapi semata-mata agar asas proporsionalitas dan keterwakilan dalam sistem pemilu kita tetap terjaga dengan baik," katanya.
Menurut Hanif, benar bahwa semakin tinggi angka PT maka akan semakin sedikit jumlah partai di DPR. Namun demikian Hanif mengingatkan bahwa pembangunan sistem pemilu tidak saja berurusan dengan penyederhanaan partai, tetapi juga memastikan agar kadar proporsionalitas sistem pemilu itu baik dan derajat keterwakilannya tinggi.
"Itu harus paralel kalau kita mau sistem pemilu yang benar-benar baik dan adil. Buat apa jumlah partai sederhana tapi tingkat keterwakilannya rendah dan nggak ada proporsionalitas? Itu sama saja dengan membunuh hak demokrasi rakyat", jelas Hanif yang juga Ketua DPP PKB.
Hanif mengingatkan bahwa angka PT 2.5 persen saja, yang diberlakukan pada pemilu 2009 lalu, berimplikasi pada terbuangnya suara pemilih sebesar lebih dari 19 juta suara. Jika dinaikkan menjadi 4 persen maka suara hilang akan mencapai sekitar 23 juta suara, dan jika naik sampai 5 persen maka suara hilang akan mencapai sekitar 33 juta suara.
"Itu adalah suara hilang karena tidak bisa dikonversi menjadi kursi. Nggak termasuk suara yang tidak sah karena salah contreng dan lain-lain yang pada pemilu 2009 mencapai lebih dari 17 juta suara. Keterwakilan rakyat benar-benar rendah kalau PT-nya makin tinggi," terangnya.
Menurut Hanif, PT 2.5 persen sudah bisa menghasilkan sistem kepartaian sederhana. Jika dilihat dari indeks jumlah efektif partai di parlemen (effective number of parliamentary party), PT 2.5 persen menghasilkan skor 6.13. Artinya, konfigurasi politik partai di parlemen itu hanya tersebar di 6 partai politik. Dengan demikian, lanjutnya, koalisi 6 partai bisa menjalankan pemerintahan.
"Jumlahnya sekarang ada 9 partai di DPR tapi pusaran utamanya hanya 6 partai. Jumlah 9 partai itu itu cukup mewakili spektrum ideologi politik dan kemajemukan dalam masyarakat. Itu sudah sederhana dan alamiah prosesnya. Nggak perlu dipaksakan agar jadi lebih sederhana lagi. Saya kuatir malah jadinya nggak demokratis dan banyak yang merasa terdhalimi", imbuhnya.
Hanif mengajak semua partai agar memprioritaskan penguatan sistem pemilu yang berdimensi jangka panjang. Untuk itu diperlukan kearifan dan kenegarawanan semua pihak agar sistem pemilu makin representatif, proporsional dan adil.
"Bukan sistem pemilu yang menguntungkan satu pihak tapi merugikan pihak lain," katanya mengakhiri percakapan.(MHD)