Pembatasan dan pengalihan angkutan berat dan truk masuk dalam kota Jakarta ternyata bukanlah sebuah persoalan sederhana. Meski berhasil mengurangi kemacetan di jalan tol, kebijakan tersebut bisa mengakibatkan terganggunya distribusi barang ekspor-impor ke dan dari Pelabuhan Tanjung Priok.
Antrean kontainer dan angkutan berat di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok belakangan ini semakin panjang dan bertumpuk. Hal ini terjadi menyusul diperpanjangnya pembatasan dan pengalihan angkutan berat dan truk masuk tol dalam kota oleh Dinas Perhubungan DKI, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, PT Jasa Marga, dan Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT).
Kebijakan pengalihan angkutan berat dari jalan tol dalam kota ke Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) ini sebenarnya sudah diterapkan selama penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean beberapa waktu lalu. Kebijakan ini akhirnya dilanjutkan hingga sebulan ke depan sampai 10 Juni 2011. Perpanjangan dilakukan karena kebijakan tersebut terbukti efektif mengatasi kepadatan lalu lintas di tol dalam kota.
Pembatasan dan pengalihan angkutan berat dan truk masuk dalam kota Jakarta ternyata bukanlah sebuah persoalan sederhana. Meski berhasil mengurangi kemacetan di jalan tol, kebijakan tersebut bisa mengakibatkan terganggunya distribusi barang ekspor-impor ke dan dari Pelabuhan Tanjung Priok.
Antrean kontainer dan angkutan berat di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok belakangan ini semakin panjang dan bertumpuk. Hal ini terjadi menyusul diperpanjangnya pembatasan dan pengalihan angkutan berat dan truk masuk tol dalam kota oleh Dinas Perhubungan DKI, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, PT Jasa Marga, dan Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT).
Kebijakan pengalihan angkutan berat dari jalan tol dalam kota ke Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) ini sebenarnya sudah diterapkan selama penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean beberapa waktu lalu. Kebijakan ini akhirnya dilanjutkan hingga sebulan ke depan sampai 10 Juni 2011. Perpanjangan dilakukan karena kebijakan tersebut terbukti efektif mengatasi kepadatan lalu lintas di tol dalam kota.
Hasil evaluasi uji coba menunjukkan, pembatasan angkutan berat tersebut cukup berhasil mengurangi kemacetan di jalan tol dengan indikator kecepatan rata-rata kendaraan pribadi mampu bertambah hingga 19,24 kilometer per jam. Hanya saja kebijakan pengalihan tersebut menyimpan masalah lain yang tidak sederhana, yakni menurunnya pendapatan sopir container dan angkutan berat sampai 50%.
Masalah lain yakni terganggunya distribusi dan angkutan barang ekspor dan impor, biaya pengangkutan dan operasional semakin meningkat serta dalam jangka panjang, hal ini akan menghentikan proses bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok.
Lemahnya Infrastruktur Pelabuhan
Semua kondisi tersebut di atas sangat mungkin terjadi karena sampai kini infrastruktur Pelabuhan Tanjung Priok kondisinya masih jauh dari ideal. Apalagi hingga kini pool khusus untuk parkir truk atau kontainer yang akan mengangkut barang-barang di Pelabuhan Tanjung Priok belum tersedia. Begitu halnya dengan container dry port yang juga belum tersedia.
Buruknya kondisi infrastruktur Pelabuhan Tanjung Priok diakui telah mengakibatkan terjadinya inefisiensi logistic yang dipastikan mengurangi daya saing negara. Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok semakin terbatas dalam menghadapi pertumbuhan arus barang da peti kemas di masa mendatang.
Karena itu, konsentrasi pemerintah harus difokuskan pada upaya mengatasi akses yang buruk dari dan ke pelabuhan tersibuk di Tanah Air ini. Buruknya akses tersebut telah menjadi sumbatan untuk distribusi logistik yang menyebabkan harga komoditas di dalam negeri melambung. Selain itu, pemerintah juga perlu mempercepat akses kereta api ke Tanjung Priok.
Namun, lagi-lagi dana menjadi persoalan utama dalam mempercepat pembangunan infrastruktur pelabuhan. Meski belanja pemerintah melalui APBN 2011 sebesar Rp 1.229,5 triliun, anggaran tersebut tetap belum mampu mencukupi kebutuhan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur secara umum, karena alokasi yang berkaitan langsung dengan pembangunan fisik hanya sekitar 30-40%. Itu berarti setiap tahun kita kekurangan belanja modal infrastruktur mencapai Rp 500 triliun.
Untuk memenuhi kekurangan dana tersebut kita harapkan BUMN perlu dilibatkan. Pemerintah telah mengundang BUMN dan juga pihak swasta —melalui reatreat BUMN— untuk ikut membangun sarana infrastruktur pelabuhan. Intinya pemerintah meminta BUMN sebagai salah satu saka guru perekonomian nasional untuk berada di barisan paling depan dalam memperbaiki dan melengkapi infrastruktur pelabuhan laut. Namun, hingga kini belum ada kabar berita mengenai kemajuan dan tindak lanjut ajakan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan milik negara itu.
Jalan Khusus Kontainer
Sembari menunggu upaya percepatan pembangunan infrastruktur pelabuhan, pemerintah perlu mengambil salah satu kebijakan alternatif, yakni dengan menyediakan jalur khusus untuk kontainer dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Kebijakan ini tidak akan menelan biaya yang terlalu besar dan sangat mungkin dilakukan oleh pemerintah.
Penyediaan jalur khusus ini juga akan membantu mengurai sebesar 70% kemacetan jalan tol dalam kota Jakarta yang diduga terjadi karena lalu lalangnya angkutan berat (truk dan kontainer). Akses jalan khusus kontainer juga ukup penting agar tidak menambah keruwetan lalu lintas di jalan yang sudah ada sekarang.
Pembuatan jalur khusus ini juga bisa dijadikan sebagai solusi efektif dari pro-kontra pengaturan/pembatasan jam operasional bagi angkutan berat dan kontainer, baik di tol dalam kota maupun jalan dalam kota. Dalam konteks ini, pemerintah dapat mencontoh kebijakan pemerintah Inggris yang menyediakan jalur khusus untuk angkutan berat, sehingga container tidak masuk jalur tengah kota.
Kebijakan pembuatan jalur khusus kontainer ini setidaknya berbentuk dua langkah, yakni pertama, pembuatan jalur khusus untuk tol dan jalan dalam kota dengan membuat lajur khusus truk dan kontainer (kanalisasi dalam satu ruas tersendiri). Untuk mengefektifkan pembuatan dan penggunaan lajur khusus tersebut, pemerintah harus membuat peraturan yang cukup tegas dan jelas tentang masalah ini.
Kedua, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan extraordinary agar pembuatan akses jalan khusus dari dan ke terminal peti kemas yang direncanakan dibangun di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok dapat dipercepat realisasinya. Akses jalan ini harus terpisah dari tol dalam kota maupun jalan dalam kota. Tanpa ada perhatian khusus dan upaya percepatan yang lebih efektif, jalur khusus container dari dan ke Tanjung Priok tidak akan terwujud dalam waktu dekat.
Selain kebijakan di atas, pemerintah perlu mulai mengoptimalkan peran kereta api sebagai pengangkut kontainer melalui kebijakan multimoda container dry port. Kebijakan serupa dapat diterapkan di semua pelabuhan laut seluruh Indonesia. Semua ini tentu kembali kepada komitmen pemerintah, bagaimana mengatasi keterbatasan infrastrukur pelabuhan di Indonesia, khususnya di Tanjung Priok. Wallahu’alam
*Penulis adalah anggota Komisi Infrastruktur FPKB DPR RI,
Artikel ini dimuat di Investor Daily Edisi, 24 Mei 2011Antrean kontainer dan angkutan berat di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok belakangan ini semakin panjang dan bertumpuk. Hal ini terjadi menyusul diperpanjangnya pembatasan dan pengalihan angkutan berat dan truk masuk tol dalam kota oleh Dinas Perhubungan DKI, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, PT Jasa Marga, dan Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT).
Kebijakan pengalihan angkutan berat dari jalan tol dalam kota ke Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) ini sebenarnya sudah diterapkan selama penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean beberapa waktu lalu. Kebijakan ini akhirnya dilanjutkan hingga sebulan ke depan sampai 10 Juni 2011. Perpanjangan dilakukan karena kebijakan tersebut terbukti efektif mengatasi kepadatan lalu lintas di tol dalam kota.
Hasil evaluasi uji coba menunjukkan, pembatasan angkutan berat tersebut cukup berhasil mengurangi kemacetan di jalan tol dengan indikator kecepatan rata-rata kendaraan pribadi mampu bertambah hingga 19,24 kilometer per jam. Hanya saja kebijakan pengalihan tersebut menyimpan masalah lain yang tidak sederhana, yakni menurunnya pendapatan sopir container dan angkutan berat sampai 50%.
Masalah lain yakni terganggunya distribusi dan angkutan barang ekspor dan impor, biaya pengangkutan dan operasional semakin meningkat serta dalam jangka panjang, hal ini akan menghentikan proses bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok.
Lemahnya Infrastruktur Pelabuhan
Semua kondisi tersebut di atas sangat mungkin terjadi karena sampai kini infrastruktur Pelabuhan Tanjung Priok kondisinya masih jauh dari ideal. Apalagi hingga kini pool khusus untuk parkir truk atau kontainer yang akan mengangkut barang-barang di Pelabuhan Tanjung Priok belum tersedia. Begitu halnya dengan container dry port yang juga belum tersedia.
Buruknya kondisi infrastruktur Pelabuhan Tanjung Priok diakui telah mengakibatkan terjadinya inefisiensi logistic yang dipastikan mengurangi daya saing negara. Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok semakin terbatas dalam menghadapi pertumbuhan arus barang da peti kemas di masa mendatang.
Karena itu, konsentrasi pemerintah harus difokuskan pada upaya mengatasi akses yang buruk dari dan ke pelabuhan tersibuk di Tanah Air ini. Buruknya akses tersebut telah menjadi sumbatan untuk distribusi logistik yang menyebabkan harga komoditas di dalam negeri melambung. Selain itu, pemerintah juga perlu mempercepat akses kereta api ke Tanjung Priok.
Namun, lagi-lagi dana menjadi persoalan utama dalam mempercepat pembangunan infrastruktur pelabuhan. Meski belanja pemerintah melalui APBN 2011 sebesar Rp 1.229,5 triliun, anggaran tersebut tetap belum mampu mencukupi kebutuhan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur secara umum, karena alokasi yang berkaitan langsung dengan pembangunan fisik hanya sekitar 30-40%. Itu berarti setiap tahun kita kekurangan belanja modal infrastruktur mencapai Rp 500 triliun.
Untuk memenuhi kekurangan dana tersebut kita harapkan BUMN perlu dilibatkan. Pemerintah telah mengundang BUMN dan juga pihak swasta —melalui reatreat BUMN— untuk ikut membangun sarana infrastruktur pelabuhan. Intinya pemerintah meminta BUMN sebagai salah satu saka guru perekonomian nasional untuk berada di barisan paling depan dalam memperbaiki dan melengkapi infrastruktur pelabuhan laut. Namun, hingga kini belum ada kabar berita mengenai kemajuan dan tindak lanjut ajakan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan milik negara itu.
Jalan Khusus Kontainer
Sembari menunggu upaya percepatan pembangunan infrastruktur pelabuhan, pemerintah perlu mengambil salah satu kebijakan alternatif, yakni dengan menyediakan jalur khusus untuk kontainer dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Kebijakan ini tidak akan menelan biaya yang terlalu besar dan sangat mungkin dilakukan oleh pemerintah.
Penyediaan jalur khusus ini juga akan membantu mengurai sebesar 70% kemacetan jalan tol dalam kota Jakarta yang diduga terjadi karena lalu lalangnya angkutan berat (truk dan kontainer). Akses jalan khusus kontainer juga ukup penting agar tidak menambah keruwetan lalu lintas di jalan yang sudah ada sekarang.
Pembuatan jalur khusus ini juga bisa dijadikan sebagai solusi efektif dari pro-kontra pengaturan/pembatasan jam operasional bagi angkutan berat dan kontainer, baik di tol dalam kota maupun jalan dalam kota. Dalam konteks ini, pemerintah dapat mencontoh kebijakan pemerintah Inggris yang menyediakan jalur khusus untuk angkutan berat, sehingga container tidak masuk jalur tengah kota.
Kebijakan pembuatan jalur khusus kontainer ini setidaknya berbentuk dua langkah, yakni pertama, pembuatan jalur khusus untuk tol dan jalan dalam kota dengan membuat lajur khusus truk dan kontainer (kanalisasi dalam satu ruas tersendiri). Untuk mengefektifkan pembuatan dan penggunaan lajur khusus tersebut, pemerintah harus membuat peraturan yang cukup tegas dan jelas tentang masalah ini.
Kedua, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan extraordinary agar pembuatan akses jalan khusus dari dan ke terminal peti kemas yang direncanakan dibangun di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok dapat dipercepat realisasinya. Akses jalan ini harus terpisah dari tol dalam kota maupun jalan dalam kota. Tanpa ada perhatian khusus dan upaya percepatan yang lebih efektif, jalur khusus container dari dan ke Tanjung Priok tidak akan terwujud dalam waktu dekat.
Selain kebijakan di atas, pemerintah perlu mulai mengoptimalkan peran kereta api sebagai pengangkut kontainer melalui kebijakan multimoda container dry port. Kebijakan serupa dapat diterapkan di semua pelabuhan laut seluruh Indonesia. Semua ini tentu kembali kepada komitmen pemerintah, bagaimana mengatasi keterbatasan infrastrukur pelabuhan di Indonesia, khususnya di Tanjung Priok. Wallahu’alam
*Penulis adalah anggota Komisi Infrastruktur FPKB DPR RI,