Jumat, 27 Mei 2011

Perlu Konsensus Nasional Nilai-nilai Pendidikan Karakter

JAKARTA - Mulai tahun ajaran baru 2011/2012, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) akan menerapkan Pendidikan Karakter di seluruh jenjang pendidikan. Menurut Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Mohammad Nuh, DEA., pendidikan karakter dilakukan guna mempersiapkan generasi 2045 bersamaan dengan satu abad Indonesia merdeka.

“Yang kita butuhkan sebenarnya, dan yang terpenting, adalah kepemimpinan dan keteladanan,” kata H. Abdul Hamid Wahid, M. Ag., anggota DPR RI Komisi X dari FPKB, Senin (23/5).

Artinya, lanjut Abdul Hamid Wahid, bagaimana sistem penanaman nilai yang ada dalam pendidikan karakter itu tercermin dalam setiap langkah pemimpin kita. Keteladanan pemimpin ini - dalam berbagai lini dan jenjang - perlu juga secara integratif dipola sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan karakter.

Abdul Hamid Wahid juga mengatakan, perlu konsensus nasional yang diperoleh dari berbagai metode kristalisasi pendapat, untuk menggali dan menyepakati nilai-nilai mana yang akan kita kembangkan dan tanamkan dalam pendidikan karakter.

JAKARTA - Mulai tahun ajaran baru 2011/2012, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) akan menerapkan Pendidikan Karakter di seluruh jenjang pendidikan. Menurut Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Mohammad Nuh, DEA., pendidikan karakter dilakukan guna mempersiapkan generasi 2045 bersamaan dengan satu abad Indonesia merdeka.

“Yang kita butuhkan sebenarnya, dan yang terpenting, adalah kepemimpinan dan keteladanan,” kata H. Abdul Hamid Wahid, M. Ag., anggota DPR RI Komisi X dari FPKB, Senin (23/5).

Artinya, lanjut Abdul Hamid Wahid, bagaimana sistem penanaman nilai yang ada dalam pendidikan karakter itu tercermin dalam setiap langkah pemimpin kita. Keteladanan pemimpin ini - dalam berbagai lini dan jenjang - perlu juga secara integratif dipola sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan karakter.

Abdul Hamid Wahid juga mengatakan, perlu konsensus nasional yang diperoleh dari berbagai metode kristalisasi pendapat, untuk menggali dan menyepakati nilai-nilai mana yang akan kita kembangkan dan tanamkan dalam pendidikan karakter. 

Lebih jauh pendapat Abdul Hamid Wahid tentang pendidikan karakter, berikut wawancara selengkapnya:

Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mulai tahun ajaran baru 2011/2012, akan menerapkan pendidikan karakter. Bagaimana pendapat Anda?

Menurut saya, pendidikan karakter sangat penting. Karena pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang paripurna (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik, akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik, dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Dengan pembentukan karakter, peserta didik diharapkan mampu bersaing, beretika, bermoral, dan sopan-santun ketika berinteraksi dengan masyarakat.

Dalam kontek ini, ada tiga aspek dominan yang harus dikembangkan dalam diri setiap individu, yaitu; kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan karakter akan mengenalkan individu kepada nilai-nilai serta norma ke dalam wilayah kognitif. Kemudian nilai-nilai itu secara bertahap akan diarahkan untuk dihayati dan diresapi ke dalam wilayah afektif siswa. Sedangkan pengejawantahan di dalam pribadi siswa, di setiap harinya mereka akan menerapkan di dalam masyarakat di mana siswa mampu berinteraksi dan bersosialisasi secara langsung. Proses kontak serta interaksi inilah yang akan menuntun aspek psikomotorik siswa untuk menerapkan nilai yang telah dipahami dalam wilayah kognitif dan afektif.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa; pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Saat ini, ide pendidikan karakter sudah mulai digaungkan di daerah-daerah, dan mereka menyambut positif. Salah satunya Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis. Pada sebuah kesempatan ia pernah mengatakan bahwa pembangunan pendidikan karakter menjadi keharusan, karena pendidikan tak hanya menjadikan siswa cerdas, tapi juga harus memiliki budi pekerti. Berangkat dari pernyataan ini, apakah budaya Indonesia yang terkenal sopan santun, ramah dan seterusnya kurang menyentuh generasi muda sehingga saat ini dibutuhkan pendidikan karakter?

Ya. Karena sosialisasi dari instansi, baik dari dunia pendidikan dan masyarakat kurang mendukung terhadap nilai-nilai budi pekerti itu. Di antaranya seperti menanamkan nilai-nilai moral, sopan santun, jujur, adil dan kasih sayang. Jadi, perlu adanya kerjasama yang baik antara keluarga dan pihak sekolah serta masyarakat. Selain itu, menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis, sehingga penanaman budi pekerti melalui pendidikan karakter adalah kunci utama untuk membangun bangsa.

Kenapa?

Karena sejak hilang dari kurikulum pendidikan, budi pekerti diintegrasikan ke dalam Pendidikan Kewarganegaraan, kemudian Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan kini Pendidikan Kewarganegaraan (Kurikulum KTSP 2006).

Kurikulum hendaknya tidak dilihat secara sempit hanya berupa mata pelajaran. Kurikulum adalah seluruh pengalaman anak, pengalaman siswa di sekolah.

Pengajaran nilai-nilai moral dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang mengandung nilai-nilai budi pekerti, dewasa ini cenderung tidak efektif karena materi dan kompetensi dalam kurikulum terlalu bersifat kognitif dan diajarkan secara teoritis, verbalistis. Cenderung menekankan nasehat tanpa penegakan imbalan dan sanksi dalam pelaksanaan nasehat.

Menurut Anda, pendidikan karakter yang bagaimana yang tepat untuk bangsa ini, sekarang dan mendatang?

Karakter dapat diolah melalui berbagai aktivitas yang didasari dengan sikap moral yang benar. Pertama, melatih untuk disiplin. Disiplin diri adalah kunci pertama untuk mengatur mekanisme pribadi, untuk membentuk manajemen diri sehingga siswa mampu, misalnya, menghargai waktu.

Kedua, melatih kejujuran. Kejujuran sering diucapkan tetapi sulit dilakukan. Kejujuran tidak muncul dan tumbuh secara alamiah mengingat salah satu sifat manusia adalah egois. Berlaku jujur harus dilatih dan diawasi secara ketat. Hal ini memberikan keuntungan ganda, yaitu; pembentukan pribadi yang jujur dan melatih siswa melakukan kontrol sosial.

Ketiga, memberikan ruang ekspresi yang cukup. Siswa harus diberikan kesempatan sebanyak mungkin untuk mengekspresikan dirinya. Kebiasaan nongkrong di luar sekolah terjadi karena tidak ada ruang ekspresi bagi siswa di sekolah. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Adakah sebuah negara yang sukses dalam pendidikan karakter?

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

Menurut Anda, sebaiknya pendidikan karakter dimulai dari manakah?
 
Menurut saya, dasar pendidikan karakter ini sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas. Karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Di samping itu, iklim sekolah yang kondusif dan keterlibatan kepala sekolah serta para guru adalah faktor penentu dari ukuran keberhasilan intervensi pendidikan karakter di sekolah. Dukungan sarana dan prasarana sekolah, hubungan antarmurid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, di samping kemampuan kepala sekolah dan guru—melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya—yang mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya dengan baik.

Selain itu, guru harus benar-benar memiliki sikap yang jelas dalam menjalani kesehariannya karena itulah hakikat karakter. Sikap dan perilaku tegas dan jelas yang didasarkan pada kebenaran moral, tentu menjadi acuan siswa dalam berpikir. Guru tidak lagi harus duduk di meja sambil membaca buku atau menikmati tontonan presentasi siswa. Guru harus mampu menjadi inspirator setiap siswa dalam belajar.

Ada yang perlu disampaikan?

Pertama, menurut saya pendidikan karakter harus ditangani secara serius. Jika apa yang ada dan berkembang saat ini—dapat dikatakan—hanya sekedar merangsang upaya yang lebih sistematis dan hanya sebagai stimulasi awal, maka selanjutnya perlu langkah konkret yang lebih tertata. Dalam landasan hukum misalnya, saya rasa perlu ada pijakan hukum yang lebih kuat dan jelas dalam hierarki perundang-undangan.

Kedua, perlu ada semacam konsensus nasional yang diperoleh dari berbagai metode kristalisasi pendapat, untuk menggali dan mensepakati nilai-nilai mana yang akan kita kembangkan dan tanamkan dalam pendidikan karakter ini. Demikian pula, pemaknaan konsep pendidikan karakter ini perlu ditata dengan panduan dan tahapan yang jelas, sehingga goal di tingkat nasional dapat secara terpadu didukung oleh setiap komponen bangsa ini di setiap jajaran dan jenjang.

Ketiga, yang kita butuhkan sebenarnya, dan yang terpenting, adalah kepemimpinan dan keteladanan. Artinya, bagaimana sistem penanaman nilai yang ada dalam pendidikan karakter itu, tercermin dalam setiap langkah pemimpin kita. Keteladanan pemimpin - dalam berbagai lini dan jenjang - dalam pendidikan karakter ini perlu juga secara integratif dipola sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan karakter.

Pendidikan karakter adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, terutama ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana, tetapi realitas implementasinya. Bukan hanya sekedar kata-kata, tetapi tindakan. Bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihakan yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia.

Akhirnya, dengan pendidikan yang dapat meningkatkan semua potensi kecerdasan anak-anak bangsa, yang dilandasi pendidikan karakternya, diharapkan anak-anak bangsa di masa depan akan memiliki daya saing yang tinggi untuk hidup damai dan sejahtera, sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia yang semakin maju dan beradab. Dengan kata lain, pendidikan karakter adalah bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang berjalan di masyarakat. [sumber: kemdiknas.go.id]

Berita Terkait