JAKARTA - Munculnya sejumlah spanduk yang berisikan tulisan antikomunis dan Negara Islam Indonesia (NII) yang kini marak dipasang di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah, perlu diwaspadai. Selain berpotensi menimbulkan konflik horisontal di masyarakat, hal itu juga menandai dipakainya kembali pola-pola Orde Baru dalam memberangus kritisisme dari rakyat.
Demikian Sekretaris FPKB DPR M. Hanif Dhakiri menanggapi munculnya spanduk anti-komunis dan NII yang kini marak di lokasi bekas bentrokan sejumlah aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan warga Desa Setrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen beberapa waktu lalu.
JAKARTA - Munculnya sejumlah spanduk yang berisikan tulisan antikomunis dan Negara Islam Indonesia (NII) yang kini marak dipasang di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah, perlu diwaspadai. Selain berpotensi menimbulkan konflik horisontal di masyarakat, hal itu juga menandai dipakainya kembali pola-pola Orde Baru dlm memberangus kritisisme dari rakyat.
Demikian Sekretaris FPKB DPR M. Hanif Dhakiri menanggapi munculnya spanduk anti-komunis dan NII yang kini marak di lokasi bekas bentrokan sejumlah aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan warga Desa Setrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen beberapa waktu lalu.
Menurut Hanif, munculnya spanduk bernada "mencari kambing hitam itu" tak bisa dianggap sepele, walau kejadiannya baru di satu desa yang jauh dari Jakarta. Hal itu terkait dengan kemungkinan digunakannya isu komunisme, terorisme dan NII unt membungkam kritisisme dan hak demokrasi rakyat.
"Saya kuatir isu komunisme, terorisme maupun NII dipakai sbg alat untuk membungkam gerakan kritis dan hak-hak demokrasi rakyat. Jika ini terjadi berarti kita mengalami kemunduran. Masak hari begini masih ada yang nakut-nakuti rakyat dengan isu semacam itu", tulisnya dalam rilis yang di terima redaksi www.fpkb-dpr.co.cc, Minggu (22/5).
Ketua DPP PKB ini meminta agar aparat keamanan dan pemda terkait segera mencabut spanduk-spanduk yang alamatnya tidak jelas tersebut. Jangan sampai provokasi itu melebar dan pada gilirannya dipakai untuk menghantam rakyat desa yang sedang protes dengan tuduhan komunis, teroris atau NII.
Hanif mengingatkan bahwa zaman Orde Baru dulu pola seperti itu sering dipakai. "Dulu pola begitu sering dipakai oleh rezim Orde Baru. Yang protes penggusuran dituding komunis, ekstrim kiri maupun kanan. Itu tak benar. Warga Kedung Ombo di Boyolali contohnya. Udah kena gusur dituduh komunis pula", katanya.
Dalam pandangan Hanif, hanya rezim otoriter yg bekerja dengan memberi pelabelan negatif terhadap gerakan rakyat. Sekarang, katanya, sudah tidak lagi relevan karena rezimnya adalah rezim demokrasi. Anggota Komisi X DPR RI ini selanjutnya meminta Presiden SBY untuk memantau pelaksanaan kekuasaan di bawahnya, baik sipil maupun militer, yang berpotensi menggunakan cara-cara Orde Baru dalam menghadapi kritisisme rakyat. Secara khusus, Hanif juga meminta Panglima TNI untuk terus memantau perkembangan kasus kebumen agar proses penyelesaiannya dialogis sesuai koridor hukum dan tidak menggunakan pendekatan kekuasaan. (MHD, HB)