Sabtu, 04 Juni 2011

Hanif Dhakiri Dukung SBY Renegoisasi Kontrak Karya Pertambangan dan Investasi Asing

JAKARTA - Rencana pemerintah untuk mereview dan melakukan renegoisasi kontrak karya pertambangan dan investasi asing yang tidak logis dan tidak adil mendapat dukungan Sekretaris FPKB DPR RI M. Hanif Dhakiri. Menurut Hanif, rencana pemerintah itu sudah benar dan patut didukung oleh semua kalangan, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Review dan lalu renegosiasi kontrak karya pertambangan dan investasi asing itu memang sangat diperlukan. Selama ini banyak kontrak karya pertambangan yang merugikan negara dan rakyat. Investasi asing, misalnya, di sektor perbankan juga terlalu dominan. Semua itu harus dikaji ulang dan direnegosiasikan unt kepentingan negara dan rakyat. Saya dukung penuh Pak SBY soal itu", kata polisi muda dari Salatiga ini.

JAKARTA - Rencana pemerintah untuk mereview dan melakukan renegoisasi kontrak karya pertambangan dan investasi asing yang tidak logis dan tidak adil mendapat dukungan Sekretaris FPKB DPR RI M. Hanif Dhakiri. Menurut Hanif, rencana pemerintah itu sudah benar dan patut didukung oleh semua kalangan, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Review dan lalu renegosiasi kontrak karya pertambangan dan investasi asing itu memang sangat diperlukan. Selama ini banyak kontrak karya pertambangan yang merugikan negara dan rakyat. Investasi asing, misalnya, di sektor perbankan juga terlalu dominan. Semua itu harus dikaji ulang dan direnegosiasikan unt kepentingan negara dan rakyat. Saya dukung penuh Pak SBY soal itu", kata polisi muda dari Salatiga ini.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan rencana pemerintah untuk mereview dan melakukan negosiasi ulang seluruh kontrak karya pertambangan dan investasi dari luar negeri yang tidak logis dan tidak adil. Hal itu dikatakan Presiden saat menyampaikan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2010 di Istana Negara, Rabu (1/6).

Dalam pandangan Hanif, rencana pemerintah tersebut jika dijalankan sungguh-sungguh akan berdampak sangat baik terhadap kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi bangsa. Sesuatu yang, menurutnya, makin tergerus dewasa ini seiring dengan menguatnya arus besar liberalisasi ekonomi.

"Renegosiasi itu pilihan logis untuk menyelamatkan kekayaan negara yang mengalir ke kantong negara lain. Kita tidak anti asing, tapi kita perlu memastikan tidak adanya perampokan kekayaan negara lewat kontrak-kontrak yang tidak adil", tegasnya.

Namun demikian, Hanif juga mengingatkan bahwa renegosiasi kontrak karya pertambangan dan investasi asing nantinya perlu mempertimbangkan setidaknya tiga hal. Pertama, jika serius dijalankan maka besar kemungkinan diperlukan revisi sejumlah undang-undang terkait, misalnya undang-undang migas dan pengelolaan sumber daya alam dan mineral. Untuk hal ini tentu saja memerlukan dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"DPR harus mendukung apabila nanti pemerintah memerlukan penyesuaian undang-undang terkait rencana tersebut. Ini juga akan jadi ujian komitmen DPR secara keseluruhan", jelasnya.

Yang kedua, menurut Hanif, adalah perlunya memastikan renegosiasi kontrak karya pertambangan dan investasi asing itu bukan sekedar mengalihkan kontrak dari pemain lama ke pemain baru, tetapi sama-sama merugikan negara. Renegosiasi itu harus memberikan keuntungan yang optimal pada negara dan rakyat, terutama rakyat di daerah untuk sektor pertambangan.

"Tolok ukurnya adalah kepentingan negara dan rakyat, terutama rakyat di daerah untuk sektor pertambangan. Itu yang harus didahulukan dan dioptimalkan. Jadi bukan kepentingan kelompok politik atau kelompok bisnis tertentu yang didahulukan", tegasnya.

Terkait dengan sektor pertambangan, Ketua DPP PKB ini mengingatkan hal ketiga, yaitu perlunya mempertimbangkan masalah lingkungan di lokasi pertambangan. Eksplorasi pertambangan tentu saja diperlukan tapi dalam batas-batas yang tidak merusak lingkungan dan ekologi sosial masyarakat setempat. Selama ini eksplorasi tambang berkontribusi terlalu besar pada kerusakan lingkungan alam maupun lingkungan sosial masyarakat.

"Itu harus dihentikan dan diperbaiki ke depan. Pemerintah nantinya harus lebih aware soal itu karena menyangkut masa depan bangsa dan generasi penerus", imbuhnya.

Hanif yakin, renegosiasi kontrak karya pertambangan dan investasi asing dapat menjadi jawaban dari masalah kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi bangsa. Melalui kebijakan renegosiasi itu, Indonesia secara bertahap akan bergerak menjadi tuan di rumah sendiri.

"Saya percaya, renegosiasi yang cerdas dapat menjadi tiket kita keluar dari subordinasi politik dan dominasi ekonomi negara lain. Secara bertahap, kita akan menjadi tuan di rumah sendiri", pungkasnya. (MHD)

Berita Terkait