Rabu, 27 Juli 2011

Meneguhkan Partai Hijau

Oleh: Marwan Ja'far

Di Indonesia, lingkungan hidup tampaknya telah menjadi isu mendasar di tengah hiruk-pikuk isu politik. Namun konsep tentang “politik hijau” (green politics) agaknya terasa masih terbatas wacana. Padahal fakta kerusakan lingkungan telah membebani negeri
kita yang dikenal kaya akan sumber daya alamnya ini. Di sinilah perlunya politik hijau sebagai sebuah sikap antipraktek ketidakadilan yang bisa berdampak buruk terhadap lingkungan. Karena itu, peran partai politik sudah saatnya bisa lebih memainkan pengaruhnya dalam pembangunan politik hijau di Indonesia.

Pionir
 
Partai Kebangkitan Bangsa pada 26 Februari 2007 di Kuta, Bali, telah memproklamasikan sebagai partai hijau (green party). Partai hijau bukan dalam arti partai Islam, melainkan partai yang memiliki perhatian terhadap lingkungan. Ini bisa menjadi “energi terbarukan”bagi PKB untuk jauh lebih peduli terhadap lingkungan serta langsung menerapkan aksi-aksi nyata yang memperhatikan kelangsungan kelestarian alam dan bumi di tengah ganasnya pemanasan global. Partai hijau merupakan simbol kepedulian yang berorientasi nyata. Begitupun ia merupakan simbol keteduhan, kedamaian, dan kemakmuran. Bagi PKB, menjadi partai hijau berarti bertujuan menghijaukan Indonesia serta dalam rangka menghidupkan kembali kesadaran masyarakat dan para pengambil kebijakan di negeri ini tentang pentingnya kepedulian terhadap lingkungan yang telah mengalami kerusakan sangat memprihatinkan.
Ini jelas menyangkut kehidupan masyarakat Indonesia di masa depan. Bagi PKB, partai hijau bukan dalam kerangka simbolis, melainkan menjadi titik awal untuk membangun kerangka kerja yang menyeluruh dan komprehensif. Artinya, identitas partai hijau tidak berhenti
pada pencitraan semata, tapi terus dilanjutkan dengan aksi nyata. Dalam bidang pengembangan energi, misalnya, PKB mendorong supaya pemerintah beralih pada energi terbarukan, bukan energi minyak bumi atau gas yang berasal dari fosil. Energi yang terbarukan ramah lingkungan. Sementara itu, energi dari fosil, seperti minyak dan
gas, membahayakan lingkungan hidup. Dalam bidang legislasi, PKB mendorong Undang-Undang Kehutanan dan UU Tata Ruang yang mewajibkan setiap kota menerapkan green belt policy atau kebijakan sabuk hijau.
Di sinilah perlunya kebijakan stakeholder bersama Dewan Perwakilan Rakyat untuk lebih pro-kelestarian lingkungan hidup. Beberapa rancangan undang- undang, semisal RUU Pengelolaan Sumber Daya Alam, RUU Sampah, RUU Energi, RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir, dan RUU tentang Tenaga Nuklir, sudah semestinya tak hanya mengatur masalah
komoditas, tapi juga bisa diancangkan sebagai resolusi konflik.
Jika program-program PKB yang prolingkungan hidup dilanjutkan dan ditingkatkan, bukan hal mustahil agenda menghijaukan Indonesia dapat terwujud di masa yang akan datang.

Demokrasi hijau

Gerakan lingkungan menjadi penanda sebuah era gerakan sosial baru yang cirinya tidak bergantung pada kelas, seperti pernah diteorikan oleh Karl Marx dan Max Weber. Pun sifatnya gerakan lintas kelas. Ia bergerak dari individu, yang kemudian menjelma menjadi gerakan bersama.
Ini pula maksud bahwa masalah lingkungan bisa didekati melalui gerakan politik hijau, yang oleh Anthony Giddens dinamakan “pilihan politik jalan ketiga”. Tepatnya, demokrasi menghendaki adanya perhatian ekologis dalam kebijakan pemerintah. Contohnya, lahirnya green ideology di Eropa dan Amerika pada akhir 1980-an akhirnya menuai puncak keberhasilan serta diterima di arena politik dan demokrasi.
Keselamatan lingkungan akan menjadi pilihan agenda jika iklim demokrasi yang ada memberi ruang bahwa isu-isu lingkungan menempati agenda prioritas. Iklim demokrasi seharusnya justru menjadikan isu lingkungan menjadi agenda utama. Prioritas agenda lingkungan biasanya tumbuh seiring dengan “pergerakan demokrasi hijau”, yang bisa disebut sebagai ekodemokrasi atau biokrasi.
Green politics sudah waktunya menjadi isu politik yang krusial dengan pembekalan kesadaran bahwa membiarkan kerusakan ekologis (ecocide) melalui pengabaian dimensi politik pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan.

Tindakan berkelanjutan

PKB menyadari pilihannya menjadi green party mengandung tanggung jawab besar untuk memasukkan paham pro-lingkungan dalam setiap wacana politik dan kebijakan pemerintah. Ini membutuhkan tindakan politik yang melindungi dan menjaga lingkungan. Sebab, keberadaan green party oleh banyak negara maju masih sering dianggap sebagai musuh nyata.
Partai hijau akan selalu memegang prinsip-prinsip seperti keadilan sosial, demokrasi akar rumput, anti-kekerasan, dan ekologi yang seimbang. Pembangunan adalah untuk kesejahteraan semua manusia, bukan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Hukum pun berlaku untuk semua. Partai hijau akan selalu menekankan pada nilai-nilai kerakyatan dengan dipandu oleh ideologi keberlanjutan di mana mekanisme penguatan civil society sangat memperhatikan kesinambungan ekologi. Partai hijau menempatkan manusia sebagai aktor yang dapat mengatasi kesenjangan antara pembangunan dan degradasi lingkungan.
Nah, kekuatan pelestarian lingkungan perlu mendapat dukungan dari kekuatan- kekuatan politik primer, dalam hal ini partai politik lokal maupun nasional, serta perlunya pemberdayaan masyarakat luas dan inisiatif lokal yang mampu berperan secara efektif melalui mekanisme demokrasi dalam mendorong kepentingan pelestarian lingkungan.
Mengangkat masalah ekologi ke ruang politik pada dasarnya dilandasi oleh harapan agar kebijakan-kebijakan stakeholder yang dijamin oleh kekuasaan dan hukum dapat meredam berbagai dinamika atau gerakan sosial-ekonomi masyarakat yang mengandung ancaman
terhadap kelestarian alam.
Prinsip dasarnya bahwa politik harus otonom terhadap sistem ekonomi. Bila politik tetap menjaga jarak terhadap kapitalisme, ia akan tetap menunjukkan taringnya terhadap penerapan-penerapan kapitalisme yang mengancam alam. Institusi itu akan semakin pro-alam, jika sistem-sistemnya juga memiliki kesadaran ekologis.
Di negara-negara berkembang, tempat aktivitas pembangunan sangat menonjol, institusi politik memang masih tampak merajai institusi-institusi lain. Dalam konteks yang demikian, nasib ekologis sangat ditentukan oleh kebijakan-kebijakan politik. Nasib alam sangat ditentukan oleh kesadaran ekologis yang dihayati oleh sistem politik.
Tak ayal, sudah mendesak dilakukan tindakan sistematis demi memulihkan dan melindungi kondisi ekologis dengan menjamin akses dan kontrol rakyat atas sumber-sumber kehidupan yang adil dan lestari.Tindakan restorasi ini harus didasarkan pada asas kerakyatan, keadilan, kepastian hukum, keberlanjutan, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, serta penghormatan pada nilai hak asasi manusia.
Di samping itu, memuat hal-hal yang berkenaan dengan aspek-aspek demokratisasi pengelolaan sumber daya alam yang tecermin dalam pengaturan hak dan peran serta masyarakat yang hakiki dan terperinci dengan menjabarkan prinsip keadilan akses atas informasi, perlindungan secara utuh hak-hak tradisional, hukum adat, serta sistem nilai masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Ini berarti menentang pola pembangunan dan pengurusan sumber daya
alam yang bercorak eksploitatif, ekspansif, mengabaikan keselamatan dan peningkatan produktivitas rakyat, serta keberlanjutan jasa pelayanan alam.
Dengan komitmen pro-lingkungan, PKB akan terus berjuang secara nyata demi keselamatan bangsa dan negara dari kehancuran ekosistem. Persoalan lingkungan harus segera bisa dicarikan akar permasalahan serta diwujudkan dalam langkah-langkah politik konkeit dalam kebijakan publik demi mengatasi kericuhan soal lingkungan.

Ketua FPKB DPR RI, artikel ini pernah dimuat di harian koran tempo tanggal 25 Juli 2011

Berita Terkait