JAKARTA - Setiap tahun, partai politik yang menempatkan wakilnya di DPR mendapatkan alokasi dari APBN. Namun, pengelolaan keuangan parpol terkesan tertutup, tidak transparan, dan minim akuntabilitas. Selama ini, yang terlihat hanya korupsi yang dilakukan fungsionaris parpol atau dana mengalir menjelang pemilu.
Untuk menguji akses laporan keuangan partai politik (parpol), Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta informasi pengelolaan keuangan kepada sembilan parpol yang memiliki kursi di DPR. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Apung Widadi pada Kamis (30/6) di Jakarta mengatakan, ICW ingin mengetahui berapa penerimaan parpol dari sumbangan negara serta berapa besar disparitasnya dengan kebutuhan parpol.
Perputaran uang sepanjang pilkada tahun 2010 saja diperkirakan mencapai beberapa triliun rupiah. Asumsinya, pilkada setiap daerah diikuti tiga calon dengan biaya rata-rata Rp 5 miliar. Dari biaya untuk pilkada saja, bantuan parpol dari APBN tidak cukup karena besarnya kebutuhan anggaran. Parpol pun menggunakan kadernya untuk membiayai. Hal itulah yang menjadi sumber korupsi politik.
Indikasinya, kata Apung, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin tidak hanya bertugas mengelola keuangan, tetapi juga mencari uang untuk membiayai partai. Kasus calo anggaran juga diperkirakan salah satu cara kader partai mendapatkan dana untuk parpol.
Berubah-ubah
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Parpol, keuangan parpol bersumber dari iuran anggota, sumber yang sah menurut hukum, dan APBN/APBD. Bantuan dari APBN/APBD diprioritaskan untuk pendidikan politik bagi anggota parpol dan masyarakat.
Sejauh ini, menurut Sekretaris Jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa Imam Nahrawi, pemberian bantuan parpol berubah- ubah besaran dan cara penghitungannya. Tahun 2006, parpol menerima Rp 1.000 untuk setiap pemilih. Tahun 2009/2010, alokasi parpol ditentukan jumlah kursi parpol dan setiap kursi di DPR dihargai Rp 21 juta. Kini, setiap parpol menerima Rp 94 per pemilih.
”PKB yang dipilih sekitar 5,9 juta orang mendapat Rp 500 juta setahun, sedangkan biaya operasional kantor kami saja Rp 75 juta per bulan. Peningkatan bantuan parpol secara logika akan memperkecil peluang korupsi,” tutur Imam, yang menjanjikan PKB akan memberikan laporan keuangan pekan ini kepada ICW. (kompas.com)