JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) patut mendapatkan apresiasi karena tingkat kepatuhannya paling tinggi dalam soal laporan harta kekayaan negara, dibandingkan dengan kepatuhan penyelenggara negara lain di lingkungan eksekutif, yudikatif dan BUMN/BUMD.
Demikian dikatakan Sekretaris FPKB DPR M. Hanif Dhakiri menanggapi data laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin, 23 Mei 2011.
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) patut mendapatkan apresiasi karena tingkat kepatuhannya paling tinggi dalam soal laporan harta kekayaan negara, dibandingkan dengan kepatuhan penyelenggara negara lain di lingkungan eksekutif, yudikatif dan BUMN/BUMD.
Demikian dikatakan Sekretaris FPKB DPR M. Hanif Dhakiri menanggapi data laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin, 23 Mei 2011.
Data itu menyebutkan dari kalangan pejabat eksekutif terdapat 102.768 orang dengan status wajib lapor. Tetapi yang sudah melaporkan harta kekayaannya hanya 65.997 orang atau 64,22 persen. Dari kalangan legislatif, yang wajib lapor sebanyak 16.235, sementara yang sudah lapor 16.095 anggota legislatif atau 99.14 persen.
Untuk pejabat di badan yudikatif yang wajib lapor 10.377 pejabat, sementara yang sudah lapor sebanyak 90.81 persen. Adapun di lingkungan BUMN/BUMD terdapat 11.967 orang pejabat yg wajib lapor, tetapi baru 74.03 persen atau 8.866 pejabat yang sudah melaporkan harta kekayaannya.
Menurut Hanif, tingginya tingkat kepatuhan DPR/DPRD dalam melaporkan harta kekayaannya itu mengindikasikan adanya kehendak para wakil rakyat untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas politiknya, baik secara pribadi maupun kelembagaan.
"Kehendak untuk selalu memperbaiki diri itu selalu ada di DPR maupun DPRD. Transparansi dan akuntabilitas politik terus didorong. Ini perlu dihargai publik agar orang merasa mendapat insentif ketika berbuat baik dan benar", jelas Ketua DPP PKB ini.
Hanif mengakui bahwa munculnya kehendak baik di kalangan wakil rakyat itu tidak terlepas dari kritik-kritik masyarakat yang begitu gencar. Oleh karenanya, dia berpandangan pemerintah perlu dipelototin lebih dalam lagi agar tingkat kepatuhan hukum dan kinerjanya lebih optimal.
Yang jelas, kata dia, para wakil rakyat itu banyak yang tidak tuli. Mereka juga mau berubah dan berupaya memperbaiki kinerjanya. Masyarakat karenanya perlu mendorong munculnya insentif bagi siapa saja yang taat hukum dan berbuat benar.
"Maaf-maaf saja ya, di masyarakat kita tidak jarang orang baik dan taat hukum justru nggak dapat insentif. Sementara yang melanggar dan nggak bener justru dapat insentif secara sosial maupun politik. Kan nggak boleh begitu. Orang baik bisa pada frustasi kalau lingkungannya begitu," pungkasnya. (MHD, HB)