Senin, 30 Mei 2011

PKB Komitmen Bela Petani Tembakau dan Buruh Pabrik Rokok

JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) konsisten dan berkomitmen kuat untuk terus memperjuangkan nasib petani tembakau dan buruh pabrik rokok agar tidak dirugikan oleh kebijakan negara yang tidak memihak kepada rakyat kecil.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI Marwan Ja’far mengungkapkan fraksinya akan terus mendorong kepada anggotanya yang berada di Komisi IX DPR RI untuk memperjuangkan nasib para petani tembakau.

JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) konsisten dan berkomitmen kuat untuk terus memperjuangkan nasib petani tembakau dan buruh pabrik rokok agar tidak dirugikan oleh kebijakan negara yang tidak memihak kepada rakyat kecil.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI Marwan Ja’far mengungkapkan fraksinya akan terus mendorong kepada anggotanya yang berada di Komisi IX DPR RI untuk memperjuangkan nasib para petani tembakau.
“Kami akan mendorong anggota FPKB yang berada di Komisi IX untuk memperjuangkan nasib petani dan buruh rokok agar tidak dirugikan,” kata Marwan dalam acara Diskusi dan Bedah Buku berjudul "Kriminalisasi Berujung Monopoli; Industri Tembakau Indonesia di Tengah Pusaran Kampanye Regulasi Anti Rokok Internasional" di Gedung DPR/MPR, Senin, 30 Mei 2011.
Menurut Marwan persoalan tembakau seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek kesehatan semata, tapi meski dilihat secara menyeluruh termasuk didalamnya dari sisi kesejahteraan petani tembaku dan buruh industri tembakau.
“Negara harus memihak kepada petani dan rakyat kecil, bukan sebaliknya lehih berpihak pada kepentingan pemilik modal, terlebih pemilik modal asing”,lanjutnya.
Pembicara lain, Syamsul Hadi yang juga anggota Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia(AEPI) menjelaskan, rokok mempunyai kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional, seperti; penerimaan negara yang berasal dari cukai sebesar Rp 62,759 triliun pada tahun 2011, pencipataan lapangan kerja 1,25 juta orang di ladang tembakau, 1,5 juta orang di ladang cengkeh, dan sekurangnya 10 juta orang di industri rokok dan 24,4 juta orang terlibat secara tidak langsung.
“Namun sayang, pemerintah kurang memperdulikan hal ini. Buktinya, pemerintah kurang memperdulikan tekanan-tekanan dan hambatan yang dihadapi oleh industri rokok selama ini”lanjutnya.
Ia mencontohkan, seperti hambatan tariff dan hambatan non tariff, cukai yang dinaikkan terus menerus, regulasi-regulasi anti rokok dan “kriminalisasi” kegiatan merokok yang disponsori oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai kepentingan bisnis tertentu.
Salamuddin Daeng tidak habis mengerti kenapa pemerintah Indonesia cenderung kurang melindungi terhadap industri rokok dalam negeri. Aka tetapi, justru terseret oleh arus kampanye global yang dimotori oleh negara-negara maju yang berkepentingan untuk melindungi industri rokok dalam negerinya sendiri.
Sehingga, lanjut Daeng, kebijakan negara maju adalah untuk melindungi perusahaan rokoknya. Seperti; hambatan perdagangan terkait dengan impor tembakau dan produk tembakau baik dalam bentuk hambatan tarif (tariff barrier) dan hambatan non tarif (non tarrff barrier).

Berita Terkait