Rabu, 01 Juni 2011

Pancasila akan Hadir Lewat Keteladanan Para Pemimpin

JAKARTA - Pancasila itu kristalisasi dari nilai-nilai dan tradisi yang digali dari sejarah bangsa Indonesia. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila tidak hadir lewat wacana atau retorika politik. Ia akan hadir lewat keteladanan para pemimpin, baik pemimpin formal maupun informal.

Demikian dikatakan Sekretaris FPKB DPR M. Hanif Dhakiri menanggapi pidato kebangsaan tiga presiden Indonesia dalam acara Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni yang digelar oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Gedung DPR/MPR RI hari ini (1/6/2011). Dalam acara tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta mantan Presiden BJ Habibie dan Megawati Soekarno Putri masing-masing menyampaikan pidato kebangsaan.

JAKARTA - Pancasila itu kristalisasi dari nilai-nilai dan tradisi yang digali dari sejarah bangsa Indonesia. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila tidak hadir lewat wacana atau retorika politik. Ia akan hadir lewat keteladanan para pemimpin, baik pemimpin formal maupun informal.

Demikian dikatakan Sekretaris FPKB DPR M. Hanif Dhakiri menanggapi pidato kebangsaan tiga presiden Indonesia dalam acara Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni yang digelar oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Gedung DPR/MPR RI hari ini (1/6/2011). Dalam acara tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta mantan Presiden BJ Habibie dan Megawati Soekarno Putri masing-masing menyampaikan pidato kebangsaan.

Menurut Hanif, revitalisasi dan reaktualisasi Pancasila yang dipidatokan oleh Presiden dan mantan Presiden itu memang sangat diperlukan. Hal ini, katanya, karena Pancasila pada masa yang lalu dipenjarakan dalam tafsir kekuasaan dan menjadi instrumen kekuasaan yang tidak demokratis. Sehingga ketika reformasi 1998 berlangsung, Pancasila juga menjadi korban seiring jatuhnya rezim Orde Baru.

"Pancasila paska reformasi lalu didekonstruksi habis-habisan karena dianggap bagian dr kekuasaan yang ditumbangkan. Sadar tidak sadar itu adalah kesalahan kolektif kita sebagai bangsa", jelasnya.

Padahal, menurut Hanif, kita memerlukan Pancasila sebagai ideologi pemersatu yang mengatasi pluralitas ideologi politik dan sekat-sekat agama, suku maupun etnisitas.

"Indonesia tidak akan pernah menjadi Indonesia sebenarnya tanpa Pancasila", imbuhnya.

Dalam pandangan Hanif, revitalisasi dan reaktualisasi Pancasila harus lebih bertolak dari uswatun hasanah (teladan yang baik), bukan dari mau'idhoh hasanah (nasehat yang baik). Jika titik tolaknya dari keteladanan yang baik, maka hasilnya akan lebih efektif karena orang cenderung melihat apa yang dilakukan dan bukan apa yang dikatakan.

"Dan kunci dari keteladanan yang baik itu harus muncul dari para pemimpin di semua lapisan masyarakat. Rakyat itu belajar dari contoh. Maka berikan mereka contoh perilaku pancasilais, pasti rakyat akan mengikutinya", pungkasnya.(MHD)

Berita Terkait