Senin, 01 Agustus 2011

Malik Haramain Ingatkan PNS Harus Tetap Produktif di Bulan Puasa

JAKARTA-Jam kerja pemerintah selama ramadan sejak 2005 hingga saat ini dipangkas. Tujuan aturan ini agar PNS yang beragama Islam dapat meningkatkan kualitas ibadahnya. Pemerintah dorong bulan puasa tak produktif?

Melalui Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menteri PAN) nomor SE/16/M.PAN/10/2005, jam kerja pegawai negeri sipil selama ramadan dipangkas. Bagi pemerintah yang memberlakukan lima hari kerja diatur, hari Senin-Kamis jam kerja mulai pukul 8.00-15.00, waktu istirahat pukul 12.00-12.30. Sedangkan hari Jumat pukul 08.00-15.30, sedangkan waktu istirahat pukul 11.30-12.30.

Sedangkan bagi Instansi yang memberlakukan enam hari kerja diatur sebagai berikut, Senin-Kamis pukul 08.00-14.00, dan waktu istirahat pukul 12.00-12.30. Sedangkan hari Jumat pukul 08.00-14.30, sedangkan waktu istirahat pukul 11.30-12.30.


 
Anggota Komisi Pemerintahan Dalam Negeri DPR RI Abdul Malik Haramain mengingatkan agar kebijakan pemerintah dengan mengurangi jam kerja PNS tidak mengurangi produktivitas kinerja PNS dalam melakukan pelayanan publik.

"Jika kebijakan ini ternyata produktivitas PNS juga terganggu, saya kira Komisi II DPR harus meninjau ulang kebijakan ini. Karenanya, kebijakan ini harsu diawasi," ujarnya kepada INILAH.COM melalui saluran telepon di Jakarta, Minggu (31/7/2011).
 
Dia dapat memahami keluarnya Surat Edaran (SE) dari Menteri PAN ini terkait pertimbangan kemanusiaan. Karena orang yang berpuasa akan berkurang energinya. Politikus PKB ini menegaskan produktivitas kinerja tidak berbanding lurus dengan lamanya jam kerja. "Namun harus diingat, pengurangan jam kerja jangan sampai mengurangi produktivitas. Karena PNS melayani orang yang berpuasa termasuk yang tidak puasa," ingat Malik.
 
Namun menurut Malik, kebijakan pengurangan jam kerja di PNS tidak berlaku di DPR. Dia mengaku, kerja DPR selama puasa tidak berubah dengan hari-hari biasanya. "Kita mulai rapat sejak jam 10.00 pagi, bahkan kadang sampai malam. Namun biasanya, kita hindari rapat malam karena untuk memberi kesempatan salat taraweh bagi yang menjalankannya," katanya.
 
Sementara terpisah, pengamat birokrasi dari Universistas Indonesia (UI) Roy V Salomo menilai kebijakan memotong jam kerja selama puasa sejatinya kebijakan yang kontraproduktif. "Jangan sampai kebijakan ini menganggu akses layanan masyarakat. Apalagi, di kota-kota besar masyarakatnya heterogen tidak hanya orang Indoensia, tapi internasional. Ini kebijakan kontraproduktif," ujarnya.
 
Kendati demikian Roy mengaku bisa saja kebijakan ini diterapkan dengan catatan pelayanan PNS kepada publik jangan sampai terkurangi. Dia mengusulkan seharusnya dibuat jam piket kerja agar saat jam pelayanan masyarakat tidak terganggu. "Asal jam tertentu khususnya saat pelayanan ke masyarakat tidak terganggu," katanya.
 
Roy menuturkan tidak dikurangi jam kerja saja kinerja PNS hingga saat ini masih belum maksimal apalagi dengan pengurangan jam kerja selama ramadan. Dia menegaskan seharusnya kerja di saat puasa dijadikan momentum peningkatan kinerja.
 
"Tidak dipotong jam kerja saja kinerja PNS masih amburadul, apalagi dipotong jam kerjanya. Seharusnya kerja saat puasa justru dijadikan peningkatan kinerja," ujarnya. Dia mengaku, jam perkuliahan di kampus selama bulan puasa juga tidak mengalami perubahan sebagaimana yang terjadi di lingkungan birokrasi pemerintahan. (inilah.com)

Berita Terkait